![]() |
| Advertisement |
Sejarah singkat
gagasan pokok aliran konstruktivisme diawali oleh Giambatista Vico, seorang
epistemolog Italia. Ia dipandang sebagai cikal bakal lahirnya Konstruktivisme.
Vico mengatakan bahwa: Tuhan
adalah pencipta. Mengerti berarti mengetahui sesuatu jika ia mengetahui. Hanya
Tuhan yang dapat mengetahui segala sesuatu karena Dia pencipta segala sesuatu
itu. Manusia haya dapat mengetahui sesuatu yang dikonstruksikan Tuhan. Ini
berarti pengetahuan manusia dapat menunjuk pada struktur konsep yang dibentuk.
Pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari subjek yang mengetahui.(Wijisuwarno, 2008)
Sementara menurut
M.Sukardjo dan Ukim Komarudin, menyatakan: Menurut
Von Glasersfeld (1988) pengertian konstruktif kognitif muncul pada abad ke-20
dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean
Piaget. Namun, apabila ditelusuri lebih jauh, gagasan pokok konstruktivisme
sebenarnya sudah dimulai oleh Giambastissta Vico, seorang epistemology dari
Italia (Suparno, 1997). Pada tahun 1710, Vico dalam De Antiquissima Italorum
Sapientia, mengungkapkan filsafatnya dengan berkata, “ Tuhan adalah pencipta
alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan.” Terkait dengan itu, dia
menjelaskan bahwa mengetahui bermakna berarti mengetahui bagaimana membuat
sesuatu. Ini berarti bahwa seorang itu baru mengetahui sesuatu jika ia dapat
menjelaskan unsure-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Menurut Vico, “hanya
Tuhan sajalah yang dapat mengerti alam raya ini karena hanya Dia yang tahu
bagaimana membuatnya dan dari apa membuatnya. Sementara itu orang hanya dapat
mengetahui segala sesuatu yang telah dikonstruksikannya. Bagi Vico, pengetahuan
selalu menunjuk kepada struktur konsep yang dibentuk. …pengetahuan tidak lepas
dari orang (subjek) yang tahu.(M.Sukardjo
dan Ukim Komarudin, 2009)
Pendekatan atau metode konstruktivisme dalam pembelajaran didasarkan
pada perpaduan antara beberapa penelitian dalam psikologi kognitif dan
psikologi sosial, sebagaimana tehnik-tehnik dalam modifikasi perilaku yang
didasarkan pada teori operant
conditioning dalam psikologi behavioral. Premis dasarnya adalah bahwa peserta didik harus secara aktif
membangun pengetahuan dan ketrampilannya dan informasi yang ada diperoleh dalam
proses membangun kerangka oleh pelajar dari lingkungan di luar dirinya. Dalam
konteks ini maka guru tidak begitu saja memberikan pengetahuan kepada peserta
didik, tetapi peserta didiklah yang harus aktif membangun pengetahuan dalam
pikirannya sendiri.( H.Baharudin dan
Esa Nur Wahyuni, 2008)
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyususun pengetahuan baru dalam
struktur kognitif anak didik berdasarkan pengalaman. Pembelajaran kontekstual dipengaruhi
oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin dan
selanjutnya oleh Jean P Piaget. Dalam pandangan konstruktivisme, pengetahuan
tumbuh dan berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam
dan kuat apabila selalu diuji oleh berbagai macam pengalaman baru. Dalam
konteks berpikir yang demikian, Piaget mengemukakan berbagai teori, salah
satunya yakni manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya. Oleh karena
itu tidak dapat disangkali bahwa pengalaman yang sama bagi seseorang dalam hal
ini bagi peserta didik akan dimaknai berbeda oleh masing-masing individu (masing-masing
peserta didik) dan disimpan dalam kotak atau struktur yang berbeda. Setiap
pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak-kotak atau struktur pengetahuan
dalam otak manusia/peserta didik. Dengan demikian pada saat manusia/peserta
didik belajar terjadilah dua proses
dalam dirinya, yaitu proses organisasi informasi dan proses adaptasi. Proses
organisasi yang dimaksud disini adalah proses ketika manusia menghubungkan
informasi yang diterimanya dengan struktur-struktur pengetahuan yang sudah
disimpan atau sudah ada sebelumnya dalam otak. Melalui proses organisasi inilah
manusia dapat memahami sebuah informasi baru yang didapatkannya dengan menyesuaikan
informasi tersebut dengan struktur pengetahuan yang dimilikinya, sehingga
manusia dapat mengasimilasikan atau mengakomodasikan informasi atau pengetahuan
tersebut. Sedangkan proses adaptasi adalah proses menggabungkan pengetahuan
yang diterima oleh manusia dan mengubah struktur pengetahuan yang sudah
dimilikinya dengan struktur pengetahuan baru sehingga terjadi keseimbangan (H.Baharudin dan Esa
Nur Wahyuni
).
Sebagaimana yang dikatakan di atas yakni aliran
filsafat konstruktivisme berangkat dari pemikiran epistemology Giambatista Vico. Menurut
ungkapan Vico, bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan
dan ciptaan-Nya.
(Wina
Sanjaya, 2008). Berarti seseorang mengetahui sesuatu manakala
ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Manusia
sebagai subjek yang tahu akan sesuatu dan mengembangkannya guna melangsungkan
mengkonstruksikan pengetahuan melalui pengalaman.
Dengan dasar itu, peserta didik dibiasakan untuk
memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan berupaya
memahami dengan ide-ide yang ia miliki. Guru tidak akan mampu memberikan semua
pengetahuan kepada peserta didik, tetapi mereka harus mengkonstruksikan
pengetahuan di benak mereka sendiri. Melihat hal itu, maka esensi dari teori
konstruktivisme adalah ide peserta didik
(seseorang) yang harus menemukan dan mentransformasikan sesuatu informasi
kompleks ke situasi lain.
Proses mengkonstruksikan bukan menerima pengetahuan
melainkan membangun sendiri pengetahuan melalui keterlibatan aktif dalam
kegiatan pembelajaran. Dalam pandangan konstruktifisme, cara memperoleh lebih
diutamakan dibandingkan seberapa banyak peserta didik menghafal atau mengingat
pengetahuan yang dipelajari. Untuk itu tugas guru adalah memfasilitasi proses
pembelajaran dengan: pertama, menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi peserrta
didik, kedua memberi kesempatan kepada peserta didik menemukan dan menerapkan
idenya sendiri, dan ketiga, menyadarkan peserta didik supaya mampu menerapkan
strategi mereka sendiri dalam belajar secara pro aktif.
Pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui
pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan semakin kuat, apabila selalu
diuji dengan pengalaman baru. Menurut Piaget, manusia memiliki struktur
pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-beda.(
Depdiknas,) Berarti, pengalaman
itu bagi semua orang akan dimaknai
secara berbeda-beda serta
digunakan dalam waktu yang tertentu atau kapan dan dimana sesuai kondisi. Dalam
menerapkan filosofi konstruktifisme ini terhadap kegaitan pembelajaran yang
penting diketahui, adalah ketika guru atau pendidik merancang pembelajaran dalam bentuk anak
didik bekerja, praktek mengerjakan sesuatu,
berlatih secara fisik, menulis karangan, mendemonstrasikan, menciptakan
ide, dan sebagainya.
Prinsip-prinsip pembelajaran dalam pendekatan
konstruktivisme melahirkan berbagai model pembelajaran, seperti discovery
learning, receptionlearning, assisted learning, active learning, the
accelerated learning, quantum learning, dan contextual teaching and learning.
Dari model-model pembelajaran ini terdapat pandangan yang sama, yakni bahwa
dalam proses belajar peserta didik berlaku aktif kegiatan belajar dengan membangun
sendiri pengetahuan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang dimilikinya (H.Baharudin
dan Esa Nur Wahyuni). Pembelajaran lebih
difokuskan pada peserta didik, peserta didiklah yang merekonstruksi pengetahuan
dengan dipandu oleh guru/pendidik.




0 komentar: