![]() |
| Advertisement |
Pembelajaran Kontekstual adalah
salah satu dari sekian banyak pendekatan atau lebih tepat disebut metode
pembelajaran. Dalam pembelajaran terjadi proses mengajar (teaching) dan proses
belajar (learning). Mengapa harus dipakai berbagai pendekatan (metode) dalam
teaching dan learning Untuk memahami ini perlulah dipahami apa itu mengajar dan
belajar, sebab perilaku mengajar sangat ditentukan oleh sejauh mana konsep
tentang belajar. Artinya bila belajar diartikan proses perubahan kognitif maka
mengajar diartikan proses transfer pengetahuan, yang kemudian mempengaruhi
pendekatan atau metode yang dipakai. Misalnya, bila guru memahami belajar adalah perubahan pengetahuan, maka mengajar
yang dilakukan guru hanya transfer pengetahuan, yang kemudian mempengaruhi
pendekatan yang dipergunakan yaitu memakai metode ceramah.
Ada beragam definisi tentang mengajar. Masing-masing
definisi itu mempengaruhi guru dalam mengajar dan menggunakan pendekatan
pembelajaran. Ada definisi belajar yang merangkum tiga ranah (kognitif, afektif
dan psikomotorik), yaitu belajar adalah pengalaman belajar atau perubahan pada
kognitif, afektif dan psikomotorik. Pemahaman belajar seperti ini mempengaruhi
pendidik mempergunakan ragam pendekatan dalam pembelajaran. Mengapa? Karena
mengajar adalah upaya didaktik untuk perubahan kognitif, afektif dan
psikomotorik. Salah satu pendekatan yang diteliti oleh penulis adalah
pendekatan Kontekstual Pembelajaran.
Menurut Elaine B. Ohnson, pendekatan Kontekstual Pembelajaran lebih
menekankan pada kemampuan peserta didik dalam merekonstruksi pengetahuan secara
kontekstual yang berlangsung dalam bimbingan pendidik. Pendidik hanya berfungsi
sebagai fasilitator pembelajaran. Dalam konteks pemahaman yang demikian, Kontekstual Pembelajaran
pada satu sisi menekankan ranah kognitif pada taraf yang lebih tinggi yaitu
kemampuan menghubungkan apa yang dipelajari dengan kenyataan hidup sehari-hari,
pada sisi yang lain Kontekstual Pembelajaran menekankan
kemampuan afektif dan psikomotorik, karena pembelajaran berpusatkan peserta
didik pasti melibatkan tiga ranah.
Berdasarkan penjelasan di atas, menjadi jelas bahwa
pilihan pendekatan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh tujuan pembelajaran yang
akan dicapai peserta didik. Dalam pembahasan ini lebih difokuskan pada
pendekatan atau metode pembelajaran kontekstuan.
Penggunaan
metode atau pendekatan pembelajaran pembelajaran
kontekstual yang disinggung di atas disesuaikan
dengan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran tidak lain adalah terjadinya
pengalaman belajar yaitu perubahan pada kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dengan adanya perubahan tersebut, peserta didik mampu mengolah informasi, dan
menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, menurut
W.Gulo, tujuan
pengajaran terarah pada peningkatan kemampuan, baik dalam bentuk kognitif,
afektif, maupun psikomotorik. Kegiatan belajar mengajar tidak lagi sekedar
menyampaikan dan menerima informasi, tetapi mengolah informasi sebagai masukan
pada usaha peningkatan kemampuan peserta didik. Artinya yang dibutuhkan ialah
peningkatan kemampuan peserta didik untuk memproses informasi (pelajaran) yang
ditemukannya.
Menurut W.James
Popham dan Eva L. Baker, “Mengajar secara efektif sangat bergantung pada
pemilihan dan penggunaan metode atau pendekatan mengajar yang serasi dengan
tujuan mengajar”. Ini berarti tujuan mengajar adalah adanya perubahan pada
ranah kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik. Dalam mencapai tujuan ini (perubahan
kemampuan peserta didik) ada banyak pendekatan, salah satunya adalah pembelajaran kontekstual.
Berikut ini diuraikan konsep dasar serta hal-hal yang berkait dengan pembelajaran
kontekstual.
Jadi, pendekatan pembelajaran kontekstual adalah
suatu konsep belajar yang membantu guru PAK untuk mengaitkan antara materi
pelajaran dengan situasi dan kondisi dunia nyata peserta didik serta memotivasi
mereka untuk menerapkan pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan sekarang.
Usaha yang dilakukan guru PAK dalam mendorong peserta didik untuk menemukan
sendiri dan membentuk pengetahuannya merupakan strategi memberdayakan potensi peserta
didik menuju tujuan yang optimal.
Menurut Elaine B. Ohnson pada dasarnya pendekatan
pembelajaran kontekstual dikembangkan di Amerika Serikat, dengan beberapa alas
an, yaitu pembelajaran kontekstual
berakar pada pandangan dunia baru yaitu dunia yang dibagi
dalam komponen yang terpisah-pisah. Dalam
hal ini setiap orang yang belajar selalu
mempelajari binatang terpisah dari tumbuhan dan demikian manusia serta benda
mati lainnya. Padahal dalam pandangan dunia baru semua itu adalah satu kesatuan
dan tidak dapat dipisahkan. Karena satu sama lain terus menerus saling
berinteraksi dan saling memerlukan atau membutuhkan. Alasan kedua, yaitu pembelajaran kontekstual didasarkan
pada sebuah jawaban terhadap keterbatasan
pengajaran tradisional. Pembelajaran tradisional tidak memberi kesempatan yang
cukup bagi anak didik mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya serta
tidak mampu menggunakan pengetahuan mereka dalam memecahkan masalah dalam dunia
nyata. Karena itu kemampuan anak didik mengaplikasikan dan mengembangkan
pengetahuannya serta ketrampilannya sangat rendah. Ketiga, pembelajaran kontekstual merupakan
gerakan masyarakat bawah. Keempat, pembelajaran
kontekstual didasarkan pada alasan sebuah system
yang cocok dengan pekerjaan otak manusia. Bagian-bagian otak dengan fungsi
tertentu bekerjasama untuk mengerjakan sesuatu.Sistem pembelajaran kontekstual yang dimulai dari Amerika
Serikat kemudian berkembang ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Pembelajaran kontekstual dibangun atas landasan
berpikir (filosofi) konstruktivisme yang merumuskan, bahwa pengetahuan dibangun
oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat
fakta atau konsep yang siap untuk diambil, ditransfer dan diterima pesert didik,
tetapi harus dikonstruksi sendiri oleh peserta didik. Karena itu pembelajaran
dirancang sebagai pengalaman untuk dialami dan dilakukan sendiri oleh peserta
didik seperti dalam dunia nyatanya, Peserta didik sendiri membangun pengetahuan, keterampilan dan sikapnya.
Dengan demikian pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Belajar terjadi
dengan mengaitkan informasi baru terhadap konsep-konsep yang relevan dengan
pemikiran sesorang. Artinya bahwa proses pembelajaran membentuk pemahaman peserta
didik semakin dalam dan semakin kuat, karena selalu diuji dengan pengalaman
baru. Dalan konteks seperti itu pembelajaran dapat terjadi dalam kolaborasi
yang melibatkan kerjasama guru dengan peserta didik dan lingkungannya. Pengertian peserta didik
muncul dari hubungan antara daya kemampuan dan situasi atau kondisi
lingkungan yang menyenangkan, karena peserta
didik sedapat mungkin membangun pengetahuannya dalam membangun proses
pmbelajaran dengan dunia nyata.
Konteks adalah
salah satu prinsip pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar dengan
penuh makna. Dengan memperhatikan prinsip kontekstual, proses pembelajaran
diharapkan mendoronga peserta didik untuk menyadari dan menggunakan
pemahamannya untuk mengembangkan diri dan meyelesaikan berbagai persoalan yang
dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.
Ada sembilan konteks belajar yng melingkupi peserta didik yaitu: Konteks tujuan, artinya tujuan apa yang akan dicapai ?; Konteks
isi, artinya materi apa yang akan dipelajari ?; Konteks sumber, artinya sumber belajar
yang bagaimana yang dapat digunakan?; Konteks
target siswa, siapa yang akan belajar ? ;
Konteks guru, artinya bagaimana konteks guru yang
mengajar ?; Konteks
metode, artinya strategi yang bagaimana yang harus digunakan ?; Konteks hasil, artinya
bagaimana cara mengukur hasil pembelajaran ? ;Konteks kemapanan, artinya apakah siswa telah siap dengan hadirnya sebuah
konsep atau pengetahuan baru ? Konteks
lingkungan, artinya dalam lingkungan
yang bagaimana siswa belajar?
(Amin
O. Harefa)
Berdasarkan
pembahasan di atas dapat dikatakan ahwa pendekatan
pembelajaran kontekstual pada
dasarnya adalah pembelajaran yang
bertujuan untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan yang nantinya secara
fleksibel dan kreatif dapat diterapkana dari satu permasalahan ke permasalahan
lain, atau dari satu konteks ke konteks lain. Berarti peserta didik tidak
berhenti pada satu titik persoalan dengan satu jawaban melainkan peserta didik dapat
berkembang pada pemikiran yang lebih luas dan mendalam.




0 komentar: